Monday, March 19, 2007

Tentang MetaLogika


Terminologi
Term ´MetaLogika´ diciptakan oleh Penulis dan pertama kali dipublished dalam sebuah blog pada bulan Desember 2003. Dan telah terimplementasikan dalam aktifitas-kreatifitas sejak 1998 - 2004 di Makassar, Indonesia.
Salah satu aplikasinya adalah dalam bentuk selebaran bertajuk ´ReStart Indonesia´, dibagikan kepada empat media (Fajar, RRI, Berita Kota, Tribun Timur) pada April 2003, hampir empat tahun lalu.
Pada lembaran tersebut -salah satunya- adalah mengingatkan masyarakat kota Makassar untuk aware terhadap pengembangan pola hidup yang selaras dengan alam-lingkungan sebelum bencana alam dan sosial susul-menyusul seperti yang saat ini terjadi.

´MetaLogika´ sendiri adalah sebuah pola atau ´mekanisme dalam berfikir´ yang berupaya dan cendrung melepaskan pengkotak-kotakan, stigma, ataupun sekat-sekat yang selama ini mempolarisasi cara pandang, cara berfikir manusia baik dalam konteks sosial, spiritual, kultural, politik, dll.

Pada awalnya, ´MetaLogika´ adalah sebuah kumpulan tulisan dan sketsa dalam sebuah buku yang oleh Penulis sebut sebagai ´Buku Biru´ sejak saat masih menduduki bangku SMA, di Makassar. ´Buku Biru´ tersebut adalah sebuah bentuk pencarian Penulis atas pertanyaan ´What is the Highest Intelligence?´´, atau ´Apakah Kecerdasan Tertinggi Itu?´.

Result sementara yang tercapai didalam penggunaan ´MetaLogika´, yakni terjadi pada tahun 2001. Dimana saat itu ´mekanisme berfikir´ ini sebagai satu-satunya di Indonesia yang menghasilkan: ˝Earth for All: The Five Principals of the Unity of Life˝ yang tertanda tangani oleh ratusan individu dan organisasi lingkungan hidup, spiritual, kebudayaan, kepemudaan dari berbagai penjuru dunia.

Topik Bahasan Dalam MetaLogika
Socio-Ekonomi-Kultural-Global
Pada tataran socio-ekonomi-kultural, pola fikir ´MetaLogika´ juga diterapkan melalui kumpulan-kumpulan tulisan ´Kopitalisme´ dengan objektivitas utama adalah melakukan falsifikasi terhadap cara berfikir yang terdikotomi oleh term ´sosialisme´ dan ´kapitalisme´.

Langkah ini kami nilai cukup efektif, mengingat sebelum-sebelum ini topik-topik ´Globalisasi´, baik dimedia cetak maupun media elektronik, hanyalah merupakan materi pembahasan eksklusif para ekonom saja.

Proses falsifikasi tersebut dilakukan dalam mailing list ´Apakabar´ yang hingga tahun 2005, topik-topik diskusi masih berputar dalam kerangkeng ´isme-isme´ tersebut. Hal ini akan dibahas tersendiri dalam tulisan berjudul ´Kemandulan Filsafat Indonesia´.

Asumsi kami, ´kemandulan´ tersebut sebagai salah satu penyebab mengapa ´PatanYali Factors´ tidak atau belum bisa terjawab.

Dilain pihak, sejak 17 Juli 2003, Penulis meng-envision sebuah pola tatanan sosial-ekonomi yang tidak terdikotomi oleh ´sosialisme´ dan ´kapitalisme´, sebagai berikut:

Resources on 'Strengthening Communities'
17 Juli 2003.
Glassnet (Global Social Strengthening Network and Global Spiritual Solidarity Network) advocates comprehensive sustainable development, an approach which addresses the ecological, economic, cultural, social, human, and spiritual aspects of development. As a network it also seeks to advance social strengthening and spiritual solidarity, referring to either the resistance of civil society to totalitarian tendencies in the state and market or, where appropriate, the critical engagement of CIVIL SOCIETY with BUSINESSES and GOVERNMENT to solve social problems in an atmosphere of principled cooperation and mutual respect. (http://www.hcibib.org/communities/)

Mind & Creativity
Selain berbagai bentuk falsifikasi dalam tataran socio-ekonomi-kultural, salah satu bahasan dalam ´MetaLogika´ menyangkut tentang ´mind´ (mekanisme berfikir) maka ´MetaLogika´ juga -sedikit banyaknya- akan bersinggungan dengan aspek ´Psikologis´.

Pemetaan Prihal ´Kebenaran´.
MetaLogika juga adalah sebuah mekanisme berfikir dalam mengenali ´grounding´ antara ´Kebenaran Saintifik´ dan ´Kebenaran Religius´. Dapat dimaklumi bahwa sejak abad ke 19, dikotomi berfikir manusia di bumi ini terbagi dalam dua dikotomi umum, yakni ´Kebenaran Saintifik´ (Scientific Truth) dan ´Kebenaran Relijius´ (Religious Truth).

Dalam MetaLogika, ditemu-kenali adanya yang disebut ´Creative Truth´, term tersebut diperkenalkan secara online melalui mailing-mailing list di Indonesia dengan kalimat ˝We Are The Creative Truth˝, juga melalui essai-essai yang materinya seringan mungkin, sehingga pembaca dapat menangkap pesan tanpa kening yang berkerut.Pemaparan paradigma mengenai ˝The Creative Truth˝ juga akan disalurkan dalam beberapa buah novel, diantaranya berjudul ˝The Garden of Jezera˝.

Bersambung.

No comments: